Media yang dikelola Pemerintah Amerika Serikat (AS) RFE/RL Kamis kemarin mengabarkan rusaknya pipa gas alam TurkStream rusak. RFE/RL menyebut, South Stream Transport perusahaan operator pipa gas tersebut tidak akan dapat memperbaiki kerusakan karena pemerintah Belanda telah mencabut lisensi kunci yang dipicu penerapan sanksi Uni Eropa (UE) terhadap Rusia menyusul invasi Rusia ke Ukraina sejak 27 Februari 2022. Dikutip dari Russia Today, Jumat (30/9/2022), media tersebut mengklaim telah memperoleh surat dari CEO South Stream Transport BV, Oleg Aksyutin yang memberitahu manajer perusahaan agar menghentikan semua pekerjaan dan membatalkan kontrak dengan pemasok Barat.
Surat itu dilaporkan tertanggal 14 September lalu dan mengatakan bahwa Belanda, tempat perusahaan tersebut terdaftar, telah membatalkan izin operasinya yang efektif berlaku sejak 17 September lalu. South Stream Transport mengoperasikan TurkStream, pipa yang diselesaikan pada 2020, yang mengalir di bawah Laut Hitam ke Türki dan menuju ke Serbia dan Hongaria. Pipa ini memiliki kapasitas tahunan 33 miliar meter kubik gas.
Menurut Reuters, South Stream mengkonfirmasi pada Kamis kemarin bahwa lisensinya memang dicabut, namun perusahaan itu telah meminta dimulainya kembali operasi agar bisa melanjutkan transportasi gas. Penghentian itu tentu saja mempengaruhi 'semua kontrak yang terkait dengan dukungan teknis pada pipa gas', termasuk desain, manufaktur, perakitan, pengujian, perbaikan, pemeliharaan hingga pelatihan. Meskipun tidak ada laporan tentang gangguan pada pasokan TurkStream, RFE/RL mencatat bahwa sebagian besar pipa berada di kedalaman 3 kilometer dan perlu terus dipantau untuk memantau apakah ada kerusakan akibat 'aktivitas seismik'.
Pengungkapan itu datang hanya beberapa hari setelah kedua pipa Nord Stream yang berada di bawah Laut Baltik dinonaktifkan karena serangkaian ledakan. Kerusakan itu akhirnya mengeluarkan jutaan meter kubik gas ke dalam air. Presiden Rusia Vladimir Putin menggambarkan ledakan tersebut sebagai 'tindakan terorisme internasional' dan negaranya bermaksud untuk mengangkat isu ini ke hadapan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa bangsa (PBB).
NATO mengatakan pada Kamis kemarin bahwa jaringan pipa rusak dalam apa yang tampak sebagai 'tindakan sabotase yang disengaja, sembrono dan tidak bertanggung jawab'. NATO berjanji menghadapi setiap serangan terhadap infrastruktur kritisnya 'dengan tanggapan yang bersatu dan teguh'. Sementara itu, AS yang telah lama mencoba untuk menghentikan NordStream dan berhasil menggagalkan pendahulunya TurkStream, telah membantah ada kaitan dengan ledakan yang terjadi di Laut Baltik.
Menanggapi sabotase yang dilaporkan pada Selasa lalu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan itu 'tidak terkait dengan kepentingan siapapun'. Dia menambahkan, situasi tersebut merupakan 'peluang yang sangat signifikan' bagi UE untuk 'akhirnya mengakhiri' ketergantungannya pada gas Rusia dan 'mempercepat transisi ke energi terbarukan'. TurkStream adalah pipa terakhir yang tersisa untuk gas alam Rusia yang mencapai UE.
Pipa Yamal yang biasanya melintasi Polandia ditutup pada Mei lalu, karena sanksi balasan Rusia terhadap Polandia. Sedangkan Gazprom menghentikan pengiriman gasnya melalui Ukraina pada 27 September lalu.