Peringatan sang istri di detik detik terakhir penyergapan pasukan Cakrabirawa menyelamatkan Jenderal AH Nasution dari tragedi G30S PKI. Pada malam berdarah yang melibatkan PKI tersebut, istri AH Nasution, Johana Sunarti Nasution mendengar iring iringan kendaraan datang yang disertai rentetan bunyi tembakan. Merasa curiga, ia kemudian memantau keadaan di sekitar rumah.
Baik AH Nasution dan Johana kala itu memang tengah terjaga. Keduanya bangun karena banyak nyamuk Dikutip dari , setelah memantau situasi sekitar rumah tak aman, Johana kembali ke kamar untuk memberitahu Nasution. Mulanya, Nasution tidak percaya dengan apa yang terjadi malam itu.
Ia kemudian memastikan sendiri dan melihat beberapa pasukan Cakrabirawa yang tengah menodongkan senjata tajam. Setelahnya, sang istri meminta ia menyelamatkan diri. Johana berusaha menahan pintu yang saat itu didatangi Cakrabirawa, agar suaminya punya waktu itu melarikan diri.
Dikutip dari acara Singkap Kompas TV, Nasution lalu bergegas dari kamar dan berlari ke pintu belakang. Nasution kemudian melompati dinding rumah dan bersembunyi di halaman tetangganya hingga pukul 06.00 WIB pagi dengan kondisi pergelangan kaki yang patah. Nasution berhasil lolos meski saat itu rumah telah dikepung oleh Cakrabirawa berkat tumbuhan yang lebat di dekat dinding rumahnya.
Nasution sempat bercerita, dalam pelariannya, ia ingin kembali ke rumah setelah mendengar suara tembakan yang menewaskan putri bungsunya. Tapi ia dicegah oleh Johana. Saat peristiwa terjadi, putri bungsu yang semula tidur bersamanya dan istri sempat dibawa oleh adik Nasution, Mardiah, ke kamar lain dengan tujuan menyematkan diri.
Karena panik, Mardiah salah membuka pintu. Pasukan Cakrabirawa bergegas memberondong senjata api tepat di depan mukanya. Naas, peluru yang ditembak mengenai punggung Ade Irma Suryani.
Ketika memanjat tembok samping rumah, Nasution pun masih berusaha ditembaki oleh Cakrabirawa. Ia bahkan mendengar salah seorang prajurit yang berteriak, "…seseorang melarikan diri di samping,". Tak lama, persembunyiannya berpindah di belakang tong air yang berada di rumah duta besar Irak.
Di persembunyiannya, ia tak habis pikir mengapa Cakrabirawa mencoba untuk membunuhnya Di momen momen itu, ia masih mencoba berpikir untuk pergi ke rumah Wakil Menteri Leimena karena berdekatan dengan rumahnya. Namun, Nasution mengurungkan niat hingga fajar menyingsing karena menganggap daerah tersebut masih dikuasai Pasukan Cakrabirawa.
Beberapa hari setelahnya, tepat pada 5 Oktober 1965, ia yang mengantar keenam jenazah jenderal AD dan ajudannya ke peristirahatan terakhir. Para jenderal itu adalah Jenderal Ahmad Yani, Letjen Suprapto, Mayjen S Parman, Mayjen MT Haryono, Mayjen D I Pandjaitan, Mayjen Sutoyo Siswomiharjo, dan Pierre Tendean. Adapun rumah yang kala itu ditempati Nasution dan Keluarga di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, menjelma menjadi museum dengan nama Museum Sasmitaloka Jenderal Besar Dr. A. H. Nasution.
Museum itu diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 3 Desember 2008, bertepatan dengan hari lahir AH Nasution. Jenderal Nasution wafat di Jakarta pada 8 September 2020 di usianya yang ke 81 tahun. Tragedi G30S hingga saat ini masih membekas di bangsa Indonesia.
Tragedi yang terjadi di malam 30 September 1965 ini melibatkan Pasukan Cakrabirawa dan Partai komunis Indonesia (PKI). Mengapa bisa terjadi gerakan ini, mengutip Gramedia, karena mereka ingin menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno dan juga menginginkan pemerintahan Indonesia menjadi pemerintahan komunis. G30S ini dipimpin oleh D.N Aidit.
Ia juga sebagai tokoh sentral dari gerakan PKI. Masih mengutip laman yang sama, menurut pakar sejarah yang ada di rezim Presiden Soeharto, D.N Aidit adalah dalang utama dari adanya G30S. Gerakan ini juga dilaksanakan atas satu komando yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung Syamsuri, Komandan Batalyon I Cakrabirawa.
Oktober 1965 dini hari, Letkol Untung Syamsuri memimpin pasukan yang dianggap setia atau loyal pada PKI. Gerakan dini hari ini menangkap Perwira Tinggi TNI. Pejabat tinggi yang menjadi korban yaitu:
Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani Mayor Jendral Raden Soeprapto Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono
Mayor Jenderal Siswondo Parman Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo
Lalu ada pejabat tinggi TNI yang menjadi korban di Yogyakarta dan Jakarta, yakni: Kolonel Katamso (Komandan Korem 072/Yogyakarta) Letnan Kolonel Sugiyono (Kepala Staf Korem 072/Yogyakarta)
Bripka Karel Satsuit Tubun (Pengawal Kediaman Resmi Wakil Perdana Menteri II dr. J. Leimena) Panglima TNI AH Nasution yang menjadi sasaran utama dari gerakan ini berhasil lolos. Sayang, putrinya bernama Ade Irma Nasution menjadi korban karena tertembak.
Ade Irma meninggal bersama ajudannya, Lettu Pierre Andreas Tendean. Kini, enam pejabat tinggi dan juga Pierre A Tendean ditetapkan menjadi Pahlawan Revolusi. Presiden Soekarno setelah kejadian ini kemudian memerinthkan Mayjen Soeharto untuk membersihkan semua unsur pemerintahan dari pengaruh Partai Komunis Indonesia.
Setelah itu, PKI dinyatakan sebagai dalang dari gerakan G30S dan dalang di belakangnya pun ditangkap. DN Aidit yang sempat kabur ke Jawa Tengah juga berhasil ditangkap. G30S ini pun selalu diperingati tiap 30 September hingga dibuatkan film di masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Film tersebut berjudul Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI. Film ini diproduksi oleh Pusat Produksi Film Negara yang saat itu dipimpin oleh Brigjen G. Dwipayana yang juga anggota dari kepresidenan Soeharto. Film yang menghabiskan biaya sebesar 800 juta ini juga banyak yang menduka hanya ditujukan sebagai propaganda politik, melihat dari latar belakang produksi filmnya.
Pada masa pemerintahan Soeharto, film ini menjadi tontonan wajib bagi anak sekolah dan selalu ditayangkan di TVRI setiap 30 September malam. Namun sejak Soeharto lengser, film ini berhenti ditayangkan karena adanya desakan masyarakat yang menilai bahwa film ini tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober
Untuk memperingati peristiwa G30S, 1 Oktober diresmikan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Hari Kesaktian Pancasila diresmikan oleh Presiden Soeharto.